Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan dua aturan mengenai keberadaan bisnis waralaba di dalam negeri. Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan nomor 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern. Kedua, Permendag 07/2013 yang mengatur waralaba restoran.
Beberapa pihak melihat, kedua aturan ini mengancam keberadaan dan prospek bisnis waralaba. Namun, Asosiasi Franchise Indonesia memiliki pandangan lain.
AFI melihat, meski keberadaan waralaba diatur dalam dua aturan itu, peluang usaha waralaba di Indonesia masih menjanjikan. Ketua Asosiasi Franchise Indonesia Anang Sukandar mengatakan, meski belum sebesar bisnis peluang usaha (bisnis opportunity), bisnis waralaba tetap tumbuh positif.
"Kalau prospek franchise masih kelihatan tidak terlampau optimis ya, karena banyak yang berkembang cuma bisnis opportunity. Pertumbuhan waralaba 2 persen paling, itu pun kalau ada. Itu kan kecil sekali. Kalau bisnis opportunity itu banyak, bisa 8 persen," kata Anang di Balai Kartini, Sabtu (2/3).
Menurut Anang, masyarakat perlu memahami perbedaan antara waralaba dengan peluang usaha. Ciri khas dari bisnis waralaba adalah keunikannya. "Banyak orang yang tidak mengerti franchise. Franchise itu harus memiliki ciri khas. (Peluang Usaha) Aku bilang keunikan tidak ada. Ciri khas itu adalah yang tidak bisa ditiru," jelas Anang.
Usaha bentuk waralaba juga memiliki standar yang sama di mana pun gerai berada. "Banyak franchise umumnya itu berawal dari bisnis opportunity. Es Teler 77, itu kan dulu di emperan," tuturnya.
Dia menambahkan, usaha dalam bentuk apapun bisa masuk kategori waralaba jika sudah mampu melewati masa perjuangan untuk branding selama lima tahun.
"Misalnya Es Teller 77, sudah 31 tahun. Karena memang paling sedikit 5 tahun," katanya.
{paging_prev_label}{paging_next_label}
0 comments:
Post a Comment